Sabtu, 27 April 2013

SISTEM KALENDER HIJRIYAH


SISTEM KALENDER HIJRIYAH

Allah Swt. telah menciptakan bulan sebagai satelit bumi. Bola kecil ini selalu berevolusi mengelilingi bumi dalam waktu yang telah Dia tentukan pada lintasan yang telah Dia tentukan pula. Bulan berotasi terhadap porosnya selama 27,3 hari. Ia pun berevolusi terhadap bumi selama 27,3 hari. Efek dari perputaran ini, permukaan bulan yang terlihat dari bumi tidak berubah dari waktu ke waktu. Salah satu manfaat dari penciptaan bulan adalah kegunaannya sebagai patokan dalam penentuan penanggalan. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “ Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5)
Dalam ayat ini Allah Swt. juga memberikan ‘kesaksian’ bahwa bulan digunakan sebagai patokan penanggalan. Selain itu apabila melihat realitas yang terjadi pada manusia, beberapa kalender juga menggunakan sistem lunar calendar. Ambil contoh, Kalender Jawa dan Kalender Hijriah. Keduanya menggunakan sistem lunar calendar.
Kalender Hijriyah adalah murni kalender bulan (kalender Qomariyah atau Lunar Calender) yang memiliki 12 bulan yang mengikuti pergerakan bulan (Saksono, Tono, 2007: 63). Kalender hijriyah memanfaatkan perubahan fase bulan sebagai dasar perhitungan waktu. Dalam perjalanannya mengelilingi bumi, fase bulan akan berubah dari bulan mati ke bulan sabit, bulan separuh, bulan lebih separuh, purnama, bulan separuh, bulan sabit, dan kembali ke bulan mati. Kalender hijriyah adalah termasuk kalender paling tua umurnya dibandingkan kalender matahari. Kalender ini diketahui berusia lebih dari 15.000 tahun dengan bukti keberadaan kalender ini terpahat di dinding Gua Lascaux, Perancis.
Awal hari kalender hijriyah dimulai sore hari saat matahari terbenam di tempat tersebut. Dan awal bulan dimulai saat kenampakan (visibilitas) bulan sabit paling muda setelah bulan mati (konjungsi). Kriteria “kenampakan bulan sabit muda” ini mengakibatkan terjadinya perbedaan penentuan awal bulan kalender ini. Hal ini disebabkan kenampakan bulan sabit muda ternyata berbeda-beda untuk masing-masing lokasi di permukaan bumi.
Satu periode dari bulan mati ke bulan mati berikutnya yang disebut disebut lunasi, lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29.5306 hari). Periode ini disebut dengan satu bulan. Panjang tahun dalam kalender bulan adalah 12 bulan (12 x 29.5306 hari), yakni 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik (354.3672 hari). Inilah juga yang menyebabkan sulitnya dibuat Garis Kalender Bulan Internasional atau International Lunar Date Line pada kalender bulan. Belum lagi bentuk garis kenampakan ini ternyata melengkung mengikuti bentuk permukaan bumi. Seandainya saja mungkin maka garis batas ini akan cenderung berpindah posisinya mengikuti posisi kenampakan bulan sabit muda.
Kalender hijriah, didasarkan atas pergerakan sinodis bulan, yaitu selama 29,5309 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Sehingga dalam waktu 12 bulan akan mencapai sekitar 354,367 hari. Mengapa yang dipilih sebagai jumlah bulan dalam tahun hijriah adalah 12? Menurut Dr. Ali Hasan Musa, sebenarnya tidak ada argumentasi astronomis satu pun yang mendasari akan hal ini. Akan tetapi, salah satu alasan yang dapat digunakan adalah, karena dengan 12 bulan akan mendekati jumlah hari pada solar calendar.
Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan Matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan Matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari). 
Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari di tempat tersebut.
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Kalender ini lebih banyak digunakan untuk keperluan penentuan waktu-waktu ibadah dan perayaan keagamaan. Untuk keperluan penyusunan kalender publik atau sering disebut dengan Kalender Hijriyah tidak sepenuhnya mengacu kepada kenampakan bulan sabit muda. Hal ini bisa dilakukan dengan mengacu kepada sistem perhitungan (hisab). Sistem hisab juga berkembang sesuai perkembangan zaman. Hisab Urfi adalah sistem hisab tradisional karena hanya perkiraan. Berkembang selanjutnya menjadi sistem Hisab Hakiki yang lebih teliti kemudian berkembang menjadi Tahkiki/Qat’I sampai sistem Hisab Modern atau kontemporer menggunakan piranti Komputer. Kalender Hijriyah hanya memiliki perbedaan satu hari dibandingkan dengan siklus bulan yang sesungguhnya dalam 2.570 tahun, sehingga kalender hiriyah ini lebih akurat dibandingkan dengan kalender yang lain (Saksono, Tono, 2007: 65).
   
Pergerakan Bulan
Ada dua macam pergerakan bulan:
1.      Siderial month : periode yang dibutuhkan bulan untuk berputar 360° mengelilingi bumi, lamanya 27,321 hari.
2.      Synodic month : periode antara satu bulan baru dengan bulan baru lainnya, lamanya 29,53059 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Ada perbedaan sekitar 2 hari dengan siderial month karena bumi juga berevolusi terhadap matahari pada arah yang sama, sehingga untuk mencapai konjungsi berikutnya memerlukan tambahan waktu.
Dari kedua fase tersebut, yang umum digunakan dalam penentuan Kalender Hijriah adalah synodic month. Arah revolusi bulan terhadap bumi sama dengan arah revolusi bumi terhadap matahari, dari Barat ke Timur. Akibat dari revolusi bulan ini dan kombinasinya dengan revolusi bulan mengelilingi matahari, penduduk bumi dapat menyaksikan berbagai macam fase bulan, mulai dari bulan baru, bulan separuh, sampai klimaksnya pada fase bulan purnama kemudian bulan mati dan akan kembali lagi ke titik awal revolusi, dimulai lagi dari fase bulan baru.
Setiap bulan, terjadi peristiwa konjungsi (ijtimak), dimana matahari, bulan dan bumi berada dalam satu garis bujur yang sama, dilihat dari arah timur maupun barat. Peristiwa penting inilah yang menjadi patokan awal bulan baru, meskipun tidak semua aliran menjadikan konjungsi sebagai tanda dimulainya awal bulan.

Metode Kalender Hijriah
Hilal adalah bulan sabit terkecil yang dapat dilihat oleh mata manusia beberapa saat setelah matahari terbenam. Terlihatnya hilal akan didahului peristiwa ijtimak atau konjungsi yaitu saat bulan dan matahari sejajar dalam meridian yang sama yang secara astronomis disebut bulan baru atau new moon. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Danjon seorang astronom dari Perancis menyimpulkan bahwa karena kemampuan mata manusia, lemahnya cahaya hilal serta pengaruh cahaya senja dan gangguan atmosfer menyebabkan pengamatan terhadap hilal amatlah sulit.
Hilal berarti bulan sabit yaitu bulan yang khusus kelihatan pada hari pertama dan kedua dalam sebuah bulan, setelah itu dinamakan “bulan” (qomar) saja. (Saksono, Tono, 2007: 84).
Berdasarkan kajian terhadap laporan yang dapat dipercaya atas kenampakan hilal di berbagai negara, hilal haruslah memiliki sudut elongasi minimum 7° terhadap matahari atau paling tidak umur hilal minimum 12 jam selepas konjungsi agar ia dapat terlihat oleh mata manusia tanpa peralatan optik. Oleh sebab itulah beberapa laporan pengamat hilal dari Indonesia yang mengklaim dapat melihat hilal padahal kedudukan saat itu masih di bawah limit Danjon tersebut patut diragukan. Sebab bisa saja yang dilihat bukan hilal yang sebenarnya melainkan obyek yang dikira hilal. Obyek tersebut bisa saja lampu pesawat, cahaya planet Venus, awan atau obyek-obyek lain.

1.             Metode Hisab
Pada hisab ‘Urf umur bulan ditentukan secara tradisional dan tidak diketahui alasannya. Bulan gasal ditentukan berumur 30 hari, sedangkan bulan genap ditentukan berumur 29 hari dalam tahun basitah, atau berumur 30 hari pada tahun kabisat. Hisab ‘Urf sangat praktis, namun perhitungan ini sama sekali tidak melakukan perhitungan astronomis untuk menentukan posisi hilal pada setiap awal bulannya ((Saksono, Tono, 2007: 144).
Menurut hisab urfi, dalam kalender hijriah ada 354 hari. Namun sebenarnya, perputaran bulan hakiki selama satu tahun adalah 354,367 hari atau 354 hari 8 jam 44 menit 35 detik (Periode sideris 29,53059 x 12 = 354,367) Tentunya manusia tidak mungkin menggunakan kalender dengan sisa 0,367 hari tersebut.
Sedangkan Hisab haqiqi  adalah perhitungan hisab berdasarkan perhitungan matematik dan astronomis namun tingkat perhitungannya juga bermacam-macam dari yang masih berupa pendekatan-pendekatan kasar, sampai yang sangat teliti. Perhitungan astronomis ini pada umumnya menetapkan hilal dianggap wujud (syah) berdasarkan pada criteria dasar yang sangat penting: Ijtima harus terjadi sebelum matahari tenggelam.
2.             Metode Rukyat
Rukyat berarti melihat secara visual (melihat dengan mata kepala), melihat secara kognitif (dengan kesadaran nalar dan ilmu pengetahuan) (Saksono, Tono, 2007: 65). Teknik melihat hilal secara visual inilah dinamakan Rukyatul hilal. Ada beberapa hal yang dapat mengahambat penglihatan hilal secara visual, diantaranya ketinggian hilal dan matahari, kondisi cuaca, jarak antara bulan dan matahari (terlalu dekat atau terlalu jauh), kondisi atmosfer bumi, kualitas mata pengamat, kualitas alat untuk pengamatan, kondisi psikologis pengamat, transparasi proses, serta waktu dan biaya.

0 comments:

Posting Komentar